Daftar Isi
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
1. Latar Belakang
BAB II Pembahasan
1. Pertambangan
A.
Permasalahan Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan
energi
B.
Cara Pengelolaan Pertambangan
C.
Kecelakaan di Pertambangan
D.
Penyehatan Lingkungan Pertambangan
E.
Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Timbul Akibat
Pertambangan
2. Industri
A.
Permasalahan Lingkungan dalam Pembangunan Industri
B.
Keracuan Bahan Logam/Metaloid pada Industriliasasi
C.
Keracunan Bahan Organik pada Industrilisasi
D.
Perlindungan Masyarakat di Sekitar Industri
E.
Analisis Dampak Lingkungan Industri
F.
Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
BAB III Penutup
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pertambahan penduduk yang cepat mempunyai implikasi pada berbagai bidang.
Bertambahnya penduduk yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada sektor
penyediaan fasilitas tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung dari
sektor pertanian. Maka untuk perluasan kesempatan kerja, sektor industri perlu
ditingkatkan baik secara kualitas maupun kuantitas.peningkatan secara bertahap
di berbagai bidang industri akan menyebabkan secara berangsur-angsur tidak akan
lagitergantung kepada hasil prodiksi luar negeri dalam memenuhi kebutuhan
hidup.
Walau telah
ditentukan oleh pemerintah bahwa dalam peningkatan pembangunan industri
hendaknya jangan sampai membawa akibat rusaknya lingkungan hidup, dalam
kenyataannya yang lebih banyak diperhatikan dalam pendirian industri sekarang
adalah keuntungan-keuntungan dari hasil produksinya. Sedikit sekali perhatian
terhadap masalah lingkungan, sehingga pendirian industri tersebut akan
mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh hasil pembuangan limbah industri yang
kadang-kadang diabaikan.
Oleh karena itu perlu adanya perencanaan yang matang pada setiap pembangunan industri agar dapat diperhitungkan sebelumnya segala pengaruh aktivitas pembangunan industri tersebut terhadap lingkunganyang lebih luas. Dalam mengambil keputusan pendirian suatu perindustrian, selain keuntungan yang akan diperoleh harus pula secara hati-hati dipertimbangkan kelestarian lingkungan. Berikut ini ada beberapa perinsip yang perlu diperhatikan dalam pembangunan proyek industri terhadap lingkungan sekitarnya :
1. Evaluasi pengaruh sosial ekonomi dan ekologi baik secara umum maupun khusus.
2. Penelitian dan pengawasan lingkungan baik untuk jangkapendek maupun jangka panjang. Dari sini akan didapatkan informasi mengenai jenis perindustrian yang cocok dan menguntungkan.
3. Survey mengenai pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul pada lingkungan.
4. Berdasarkan petunjuk-petunjuk ekologi dibuat formulasi mengenai kriteria analisa biaya, keuntungan proyek, rancangan bentuk proyek dan pengelolaan proyek.
5. Bila penduduk setempat terpaksa mendapat pengaruh negatif dari pembangunan proyek industri ini, maka buatlah pembangunan alternatif atau dicarikan jalan untuk kompensasi kerugian sepenuhnya.
Yang dimaksud dengan idustri adalah pengelolaan bahan baku menjadibahan jadi atau setengan jadi. Dan dalam pelaksanaannya mulai dari bahan baku, proses pengolahan maupun hasil akhir yang berupa hasil produksi dan hasil buangannya (sampah) banyak di antaranya terdiri dari bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan seperti bahan logam, bahan organis, bahan korosif, bahan-bahan gas dan lain-lain bahan yang berbahaya baik untuk pekerja maupun masyarakat di sekitar proyek.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pertambangan
A. Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi.
Menurut jenis yang dihasilkan diIndonesia terdapat antara lain pertambangan
minyak dan gas bumi. Logam-logam mineral seperti timah putih, emas, nikel,
tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain. Bahan organik
seperti batubara, yaitu: batu-batu berharga seperti berlian, intan dan lain-lain.
Untuk menghindarkan terjadinya pencemaran dan gangguan keseimbangan
ekosistem perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
a)
Cara pengolahan pembangunan pertambangan
b)
Kecelakaan dipertambangan
c)
Penyehatan lingkungan pertambangan
d)
Pencemaran dan penyakit-penyakit yang mungkin timbul
B. Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan
Sumber daya bumi ini di bidang pertambangan harus di kembangkan semaksimal
mungkin untuk tercapainya pembangunan dan untuk ini perlu adanya survey dan
evaluasi yang terintegrasi dari para ahli agar menimbulkan keuntungan yang
besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis.
C. Kecelakaan di Pertambangan
Sekecil
apapun kegiatan yang dapat mengakibatkan kecelakaan harus diminimalisir.
Bahaya-bahaya lain yang harus dikontrol untuk mencegah kecelakaan, yaitu:
1. Bahaya pada peralatan yang :
a)
tidak sesuai dan tidak memenuhi syarat
b)
tidak aman
c)
tidak tertutup tidak dilindungi.
2. Bahaya lingkungan :
a)
becek, licin
b)
kurang penerangan
3. Bahaya pekerja :
a)
tidak memakai APD (alat pelindung diri)
b)
tidak memperhatikan petunjuk
c)
tidak peduli K3.
4. Bahaya kebakaran :
a)
proses swabakar batubara,
b)
ledakan debu batubara,
c)
ledakan gas methan,
d)
ledakan debu batubara dan gas methan,
e)
hubungan pendek arus listrik (koursleting).
D. Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Upaya yang dilakukan dengan berbagai metode seperti ameliorasi, penggunaan
bahan organik, penggunaan mikroorganisme, dan penanaman covercrop.
1. Ameliorasi/remediasi lahan
Upaya pemberian masukan berupa kapur atau bahan organik ke atas permukaan
lahan atau ke dalam lubang tanam dengan tujuan untuk memperbaiki sifatfisika,
kimiawi dan biologi tanah. Ameliorasi Memiliki manfaat sebagai berikut:
a)
Meningkatkan pH tanah sehingga mendekatinetral
b)
Menambah unsur Ca dan Mg
c)
Menambah ketersediaan unsur hara, contohN,P
d)
Mengurangi keracunan Al, Fe dan Mn
e)
Memperbaiki kehidupan mikroorganisme.
2. Penggunaan Bahan Organik
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang
sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil
humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk
juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya.
Penggunaan bahan organik memiliki manfaat sebagai berikut:
a)
Stimulan terhadap granulasi tanah,
b)
Memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah,
c)
Meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase
tidak berlebihan, kelembaban dan
temperatur tanah menjadi stabil,
d)
Menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
e)
Menghambat erosi.
3. Penanaman Cover Crop
Tanaman kacang-kacangan penutup tanah/ Cover Crop adalah setiap
tanaman tahunan, dua tahunan, atau tahunan tumbuh sebagai monokultur (satu
jenis tanaman tumbuh bersama-sama) atau polikultur (beberapa jenis tanaman
tumbuh bersama-sama), untuk memperbaiki berbagai kondisi yang terkait dengan
pertanian berkelanjutan. Penggunaan Cover Crop memiliki manfaat sebagai
berikut:
a)
Mengelola kesuburan tanah
b)
Memperbaiki kualitas tanah
c)
Memperbaiki kualitas air
4. Pemanfaatan Mikroorganisme
Fungi atau jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang secara umum
mendominasi (hidup) dalam ekosistem tanah. Mikroorganisme ini dicirikan dengan
miselium berbenang yang tersusun dari hifa individual. Saat ini beberapa jenis
fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas/kesuburan tanah. Hal ini
karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses
mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh
tanaman.
E. Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Mungkin Timbul
Penambangan dapat menyebabkan kecelakaan-kecelakaan yang serius seperti
kebakaran-kebakaran, ledakan-ledakan, atau lorong-lorong galian yang rubuh yang
dapat menimbulkan dampak pada orang-orang yang bermukim di komunitas sekitar
tambang.Dampak dan bahaya yang mengancam kesehatan masih juga dirasakan di
tempat-tempat bekas daerah yang pernah ditambang, karena orang-orang dapat
terpapar limbah tambang dan bahan-bahan kimia yang masih melekat di tanah dan di
air.Pertambangan mengancam kesehatan dengan berbagai cara:
1.
Debu, tumpahan bahan kimia, asap-asap yang beracun, logam- logam berat dan
radiasi dapat meracuni penambang dan menyebabkan gangguan kesehatan sepanjang
hidup mereka. Kerusakan paru-paru yang diakibatkan debu dari batuan dan mineral
adalah suatu masalah kesehatan yang banyak ditemukan. Debu yang paling
berbahaya datang dari batubara, yang menyebabkan penyakit paru-paru hitam (black
lung diseases).Di samping itu debu dari silika menyebabkan silikosis (silicosis)
Gejala-gejala paru-paru yang rusak. Debu dari pertambangan dapat membuat sulit
bernapas.Jumlah debu yang banyak menyebabkan paru-paru dipenuhi cairan dan
membengkak.Tanda-tanda dari kerusakan paru-paru akibat terpapar debu antara
lain:
a)
napas pendek, batuk-batuk, napas yang berdesah
b)
batuk-batuk yang mengeluarkan dahak kuning atau
hijau (lendir dari paru-paru)
c)
sakit leher
d)
kulit membiru dekat kuping atau bibir
e)
sakit dada
f)
tidak ada nafsu makan
g)
rasa lelah
2.
Mengangkat peralatan berat dan bekerja dengan posisi tubuh yang janggal dapat
menyebabkan luka-luka pada tangan, kaki, dan punggung.
3.
Penggunaan bor batu dan mesin-mesin vibrasi dapat menyebabkan kerusakan pada
urat syaraf serta peredaran darah, dan dapat menimbulkan kehilangan rasa,
kemudian jika ada infeksi yang sangat berbahaya seperti gangrene, bisa
mengakibatkan kematian.
4.
Bunyi yang keras dan konstan dari peralatan dapat menyebabkan masalah
pendengaran, termasuk kehilangan pendengaran.
5.
Jam kerja yang lama di bawah tanah dengan cahaya yang redup dapat merusak
penglihatan.
6.
Bekerja di kondisi yang panas terik tanpa minum air yang cukup dapat
menyebabkan stres kepanasan.Gejala-gejala dari stres kepanasan berupa
pusing-pusing, lemah, dan detak jantung yang cepat, kehausan yang sangat, dan
jatuh pingsan.
7.
Pencemaran air dan penggunaan sumberdaya air berlebihan dapat menyebabkan
banyak masalah-masalah kesehatan
8.
Lahan dan tanah menjadi rusak, menyebabkan kesulitan pangan dan kelaparan
9.
Pencemaran udara dari pembangkit listrik dan pabrik-pabrik peleburan yang
dibangun dekat dengan daerah pertambangan dapat menyebabkan penyakit-penyakit
yang serius
2. Industri
A. Permasalahan Lingkungan dalam
Pembangunan Industri
Jika kita ingin
menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat dan kesamaan
persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan hidup
dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara atau memperbaiki
mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan
sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan
bertujuan agar manusia tetap “survival”. Hakekatnya manusia telah “survival”
sejak awal peradaban hingga kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang
melanda umat manusia akibat kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan
industri, serta revolusi sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu
menggoreskan sejarah kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan
dengan lingkungan hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai
tantangan yang muncul dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah
dicapai terutama berkat ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan
hidup manusia.
1. Dampak
Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya inovasi
dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini, pesatnya hasil
penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan pembangunan ekonomi suatu
bangsa.
Dari berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan
sejarah umat manusia, kiranya dapat ditarik selalu benang merah yang dapat
digunakan sebagai pegangan mengapa manusia “survival” yaitu oleh karena
teknologi.
Teknologi memberikan
kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api, industri mobil,
yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu menghasilkan sulfur
dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain yang mengancam
kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek “rumah kaca”.
Teknologi yang
diandalkan sebagai instrumen utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan
hasil pertanian, karena adanya bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat
suplemen, pestisida dan insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga
menghasilkan berbagai jenis racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungannya, bahkan akibat rutinnya digunakan berbagi jenis pestisida ataupun
insektisida mampu memperkuat daya tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu
loncat.
Teknologi juga memberi
rasa aman dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai
kebutuhan seperti tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC),
berbagai jenis aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk
yang praktis untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses
tersebut, ternyata CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer
yang digunakan justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan
negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan
hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai
pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis
sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang
langka.
Bahkan akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang
mengglobal dapat dikonsumsi oleh negara-negara miskin sekalipun karena
kemampuan komputer sebagai instrumen informasi yang tidak memiliki batas ruang.
Dalam hal ini, jaringan Internet yang dapat diakses dengan biaya yang tidak
mahal menghilangkan titik-titik pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling
berjauhan. Kemajuan teknologi sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa
kemajuan yang telah dicapai oleh negara maju akan dapat disusul oleh
negara-negara berkembang, terutama oleh menyatunya negara maju dengan negara
berkembang dalam blok perdagangan.
B. Keracunan
Bahan Logam/Metaloid pada Industrialisasi
Banyak pekerja yang dalam
melakukan kegiatan pekerjaannya rentan terhadap bahaya bahan beracun. Terutama
para pekerja yang bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung dengan
bahan beracun. Bahan beracun dalam industri dapat dikelompokkan dalam beberapa
golongan, yaitu: (1) senyawa logam dan metalloid, (2) bahan pelarut, (3) gas
beracun, (4) bahan karsinogenik, (5) pestisida.
Suatu bahan atau zat
dinyatakan sebagai racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan
pada yang menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai
berikut. Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai
racun apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat
yang melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun
secara ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan
racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas
kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki
sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja
racun.
Bahan atau zat beracun pada
umumnya dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam
jumlah kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup
lainnya. Pada umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke
dalam tubuh manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh
atau menuju organ tubuh tertentu.
Bahan beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ
tubuh tertentu seperti hati, paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut
juga dapat berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan
menghasilkan efek kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari
dalam tubuh dapat melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi
Toksisitas
Untuk mengetahui
apakah suatu bahan atau zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang beracun
(toksik), maka perlu diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi
Budi Cahyono dalam buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004),
toksisitas adalah ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia terhadap
bahan kimia lainnya pada organism yang sama. Sedangkan Depnaker (1988)
menyatakan bahwa toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan
kerusakan pada organism hidup.
Kadar racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal
Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan
per kilogram berat badan, yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatan
percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama.
Selain LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal
Concentration-50), yaitu kadar atau konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam
milligram bahan per meter kubik udara (part per million/ppm), yang dapat
menyebabkan 50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelompok spesies
setelah binatang percobaan tersebut terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan
Proses Fisiologis
Efek toksik akut
berkolerasi secara langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek toksik
kronis akan terjadi apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam
waktu lama yang apabila terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara fisiologis proses masuknya bahan beracun ke
dalam tubuh manusia atau makhluk hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu:
(1) Inhalasi (pernapasan), (2) Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang
masuk ke dalam tubuh tersebut pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu
melalui peredaran darah secara sistemik.
Organ tubuh yang terkena racun di antaranya adalah
paru-paru, hati, susunan syaraf pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit,
susunan syaraf tepi, dan darah. Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan
dapat mengalami kerusakan dan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika
terkena racun.
Pertolongan
Korban
Apabila di suatu indutri terdapat pekerja yang menjadi
korban terkena bahan beracun, maka perlu segera dilakukan pertolongan pertama
pada kecelakaan (P3K), yang secara garis besar sebagai berikut:
1. Apabila
bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang berudara
bersih.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
2. Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3. Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun dengan cara adsorpsi.
4. Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5. Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa kuat dan fenol.
6. Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung, dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8. Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
Dengan lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada
di sekitarnya, diharapkan para pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan
bahan beracun tersebut. Dan dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada
kecelakaan diharapkan korban yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari
bahaya yang tidak diinginkan.
C. Keracunan
Bahan Organik pada Industrialisasi
Kemajuan industri
selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan
berkurangnya pemgangguran juga mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan
terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para
pekerja di industri. Salah satu industri tersebut adalah industri
bahan-bahan organik yaitu metil alkohol, etil alkohol dan diol.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset
penting dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu
tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat
mengancam kesehatannya.
Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat,
sirlak, dan vernis dalam sintesa bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol,
dan bahan anti beku. Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali
menderita keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena
menghirupnya, meminumnya atau karena absorbsi kulit. Keracunan akut yang
ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan
kabur, Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk ,
dan muntah, serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama
sekali baik sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula
gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah,
pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan
pernafasan. Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup
metanol keparu-paru secara terus menerus yang gejala-gejala utamanya adalah
kabur penglihatan yang lambat laun mengakibat kan kebutaan secara permanen.
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang
kerja adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik udara.
Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut,
antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat
minuman keras. Dalam pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis
bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup
udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan
etanol adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum
minuman keras banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers”
di industri-industri tidak ditemukan, NAB diudara ruang kerja adalah 1000
ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan-keracunan oleh persenyawaan-persenyawaan
tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang sangat jarang, oleh karena makin
panjang rantai makin rendah daya racunnya. Simptomatologi , pengobatan, dan
pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol.
Seperti
halnya etanol , persenyawaan persenyawaan yang tergolong diol
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat dan kerusakan-kerusakan organ dalam
seperti ginjal, hati dan lain lain. Tanda terpenting keracunan adalah
anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya, sedangkan
keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan tersebut.
Pencegahan-pencegahan antara lain dengan memberikan tanda-tanda jelas
kepada tempat-tempat penyimpanan bahan tersebut.
Keracunan toksikan tersebut diatas tidak akan
terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang
Batas dan pemenuhan standart dilakukan secara ketat.
D.
Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri
Masyarakat
sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk
yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran
udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan
udara dari perusahaan-perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan, dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan pembakaran atau dengan cara pencuciaan melalui proses kimia sehingga uap/ udara yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada umumnya didasarkan atas faktor-faktor:
a. Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
b. Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan perusahaan
c. Derajat efektifnya cara yang dipakai.
d. Kondisi lingkungan setempat.
Selain oleh bahan-bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit oleh hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan, produk-produk ini perlu pengujian terlebih dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.
E. Analisis
Dampak Lingkungan Industri
Sebuah pembangunan
fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta harusnya
benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari
pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam sektor
industri akan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat yang
ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
Dalam bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam
Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan
pada pembangunan sektor industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan
kualitas hidup manusia dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah.
Disisi lain, pembangunan juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat
pencemaran dari limbah industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan
efek yang ditimbulkan dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan ditingkatkannya sektor industri di Bangka
Belitung nantinya diharapkan taraf hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan
lagi. Akan tetapi, disamping tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya
berbagai industri serta pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu
dipikirkan juga efek sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa
limbah padat (solid wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas
(gaseous wastes). Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu
industri ataupun satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.
Sugiharto, dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah”
menyebutkan bahwa efek samping dari limbah tersebut antara lain dapat berupa:
pertama, membahayakan kesehatan manusia karena dapat membawa suatu penyakit
(sebagai vehicle), kedua, merugikan segi ekonomi karena dapat menimbulkan
kerusakan pada benda/bangunan maupun tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat
merusak atau membunuh kehidupan yang ada di dalam air seperti ikan, dan
binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya efek sampingnya adalah dapat merusak
keindahan (estetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap
dipandang.
Selama ini
bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak kita
sadari. Bangka Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan sama
sekali tidak layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di Bangka
Belitung ini yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang. Sebenarnya,
jika berbicara limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh industri namun juga
ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak seriskan
limbah industri.
Sadarkah kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan
tidak hanya disebabkan oleh pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga
akan berdampak pada kerusakan lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi
kehidupan manusia. Ketidaktahuan kita akan informasi bahaya limbah itu
menjadikan penyadaran itu tidak muncul. Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek
negatif yang kita rasakan dalam kehidupan kita seperti tercemarnya air bersih
dan timbulnya beberapa penyakit seperti gatal-gatal, alergi dan iritasi itu
disebabkan oleh pencemaran limbah yang tidak kita sadari.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan ditimbulkan
oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai beroperasi. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan pembangunan tersebut
menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu juga dipertanyakan
tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan tersebut.
Sehingga segera dapat ditetapkan perlu tidaknya
disediakan bangunan pengolahan air limbah serta teknik yang dipergunakan dalam
pengolahan. Air limbah suatu industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan
air apabila telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Selama ini hal tersebut tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian
yang penting. Padahal sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama
sekali yang dipertanyakan adalah tempat pembuangan limbahnya.
Apabila
peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran
pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus
pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya
tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul
karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Sangat disayangkan bahwa tipikal masyarakat Bangka
Belitung tidak jauh dari tipikal masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran
baru akan muncul ketika adanya sebuah permasalahan. Artinya, tidak akan ada
aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada tindakan sebelum merasakan akibatnya.
Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah mungkin memang belum terlihat. Inilah
yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat, selain belum ada efek yang terlihat
secara signifikan juga ditambah dengan keterbatasan masyarakat akan informasi
tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran akibat limbah.
Satu hal yang ditunggu oleh masyarakat Bangka
Belitung, adanya upaya untuk membuat tempat pengolahan limbah secara
signifikan. Inovasi dan kreasi itu sebenarnya sudah lebih dulu dilakukan oleh
beberapa daerah di Indonesia. Namun belum terlihat di Bangka Belitung.
Diharapnya limbah yang tadinya merupakan buangan dari
sebuah industri atau pembangunan akan menghasilkan nilai positif yang bisa
digunakan untuk kepentingan masyarakat. Ada banyak cara yang bisa ditiru dan
diadopsi untuk menangani persoalan limbah.
Lakukan
sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan itu sebelum semuanya
menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan dulu baru melakukan
sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan pencegahan itu lebih awal
sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.
F.
Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar
Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi
industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak
ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan
infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri
di daerah sepanjang JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari
pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah
Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya
Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan
sebagai kawasan
industri
yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan
Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga
kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang
tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala
sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam
industri yang jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi
industri ini
yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di
sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis
dan Sukmajaya).
Tujuan dari
penelitian ini yaitu:
(1) untuk
mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang;
(2) untuk
mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3) untuk
mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat
pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun
hipotesis kerja penelitian, adalah:
a. pola
persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang.
b. terdapat
hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi masyarakat
pekerja industry yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.
Pada
penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat),
prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan
hubungan antara variabel bebas (lingkungan social masyarakat pekerja pabrik)
dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode
statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for
windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel
lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas
permukiman) terhadap industri sedangnya. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Lokasi
industri skala sedang di wilayah penelitian, terdapat di wilayah Kelurahan
Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug, Sukamaju Baru,
Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan Sukamaju dengan pola keruang/spasial
persebaran industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor mengikuti pola penataan
ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur dan Kota
Depok. Berdasarkan hasil perhitungan analysis tetangga terdekat (nearness
neighborhood analysis), adalah sebagai berikut:
a) pola keruangan persebaran
industrinya yang mengelompok (cluster pattern) dengan nilai indeks skala T (0 -
0,7), terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan Cisalak;
b) pola keruangan persebaran
industrinya yang tidak merata/acak (random pattern) dengan nilai indeks skala T
(0,7 – 1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru, dan
Jatijajar;
c) pola keruangan persebaran
industrinya yang merata (dispersed pattern/uniform) dengan nilai indeks skala T
(1,4 – 2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug
dan Sukamaju.
2. Tenaga
kerja lokal yang terserap pada kegiatan industri berdasarkan pada tingkat
pendidikan, adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan menengah (SLTP/Sederajat
dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat pendidikan rendah (SD/Sederajat) dan tinggi
(D3 dan SI), tingkat pendidikan sangat rendah atau tidak sekolah mempunyai
jumlah yang relatif sedikit 2,81% dari jumlah total respoden pekerja industry.
3. Hubungan
antara industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja
industrinya yang menetap di wilayah penelitan, dirinci berdasarkan variabel
tingkat pendidikan, pendapatan (salary) dan kualitas permukiman, dengan kondisi
:
a) Wilayah Kelurahan Susukan, Tugu,
Mekarsari, Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan Cisalak mempunyai nilai
total skoring pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang berarti bahwa pada
wilayah kelurahan tersebut terdapat hubungan variabel yang kuat dan positif
antara tipologi lingkungan industry dengan tipologi lingkungan sosial
masyarakat pekerja industrinya.
b) Pada wilayah kelurahan lainnya,
seperti Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan Sukamaju memiliki nilai
total skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti bahwa wilayah kelurahan
tersebut terdapat hubungan yang agak kuat dan positif antara tipologi
lingkungan industri dengan lingkungan social masyarakat pekerja industrinya.
BAB III
PENUTUP
Daftar Pustaka